Wednesday, October 04, 2006

Saat Si Buah Hati Malas Belajar

Ternyata Televisi Menjadi Penyebab Dominan

ANAK bermasa depan cerah adalah impian setiap orangtua, khususnya para ibu. Berbagai upaya dilakukan demi tercapainya cita-cita si buah hati. Mulai dari menyiapkan buku yang lengkap, tempat belajar yang nyaman, sampai dukungan moral agar si anak mau giat belajar dan mudah dalam menyerap pelajaran. Namun, tidak semua orang tua berhasil meski cara yang sama telah ditempuh. Akibatnya, rasa khawatir akan kegagalan anaknya datang menghantui. Sebanyak 38,4 persen responden Celoteh mengaku anaknya sulit belajar.

Ria dari dua orang anak, dia mengaku selalu khawatir saat melihat anaknya sulit dalam belajar. Pasalnya, hasil ulangan harian selalu kurang memuaskan.”Nilainya tidak jelek, cuma dia bisa dapat nilai lebih baik kalau belajar lebih serius,” kata ibu yang senang makan camilan ini. ”Bagaimana bisa juara kelas kalau nilai harian tidak mendukung?” cetusnya.

Ria juga menambahkan bahwa kegemaran si anak menonton televisi sangat berpengaruh terhadap minat belajarnya yang menurun. ”Banyak acara hiburan di televisi yang mengganggu aktivitas anak dalam belajar. Apalagi jam tayangnya pas dengan waktu anak saya belajar,” ujar ibu berusia 36 tahun ini. ”Sampai-sampai, suami saya larang nonton televisi kalau waktu anak belajar tiba,” lanjutnya.

Sedangkan Sella, dia sering merasa was-was saat menerima rapor kenaikan kelas anaknya. Minimnya keinginan anak untuk belajar membuat ia merasa khawatir jika anaknya harus tinggal kelas. ”Gara-gara tidak naik kelas, waktu setahun terbuang. Padahal, kalau kita bisa lebih care, resiko tersebut dapat kita hindari,” tukas ibu yang senang makan bakso ini.

Sella juga mengaku bahwa kebiasaan anak yang malas belajar merupakan sebab utama mengapa anaknya sulit belajar. ”Kalau disuruh belajar susahnya minta ampun. Alasannya macam-macam. Saya harus pandai-pandai membujuk agar anak mau belajar,” terangnya. ”Kalau ada apotik yang jual obat malas, mungkin saya sudah langganan,” canda ibu yang tinggal di kawasan Gunung Malang ini.

Lain halnya dengan Monik, dia tidak merasa khawatir karena anaknya tidak mengalami kesulitan dalam belajar. Rumah yang asri menjadi alasan mengapa anaknya betah belajar di rumah. ”Suasana rumah saya atur senyaman mungkin. Kamar anak selalu saya bereskan,” papar ibu yang senang berolah raga ini.”Anak saya selalu komplain kalau kamarnya belum dibersihkan. Tidak enak belajar katanya,” tambahnya.

Monik juga selalu meluangkan waktu buat anaknya saat mau belajar. Dia berpendapat bahwa anak akan mudah memahami bila orang tua mendampingi anak ketikabelajar. Dia bilang, ”Kita tidak tahu kapan anak membutuhkan kita. Saya tidak pernah melewatkan saat anak belajar di rumah. Minimal saya tahu apa yang telah dimengerti dan apa yang belum diketahuinya.”

Berbeda dengan Lili, dia mengatakan bahwa buku yang lengkap dapat mempermudah anaknya belajar, sehingga dia merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan. ”Saya sering menambah referensi buku anak dari luar,” jelas ibu yang senang membaca novel ini. ”Bagus buat menambah wawasan. Siapa tahu bisa juara kelas karena ilmu pengetahuan lebih luas,” lanjutnya.

Meskipun hanya sesekali menemani anak belajar, bukan berarti tidak perhatian. Lili mengatakan bahwa anaknya merasa lebih fun bila belajar sendiri. ”Saya menghargai privasi dia. Dengan begitu, anak saya juga bisa belajar menghargai orang lain,” ungkap ibu yang berdarah Sunda ini.(yn)

No comments: